"Kami bertemu bukan di tempat yang penuh bunga, melainkan di balik tumpukan dokumen dan dering telepon kantor yang tak pernah henti. Awalnya, hanya sapa singkat di lorong—sekedar "pagi" yang lama-lama terasa hangat. Tak ada yang istimewa, sampai akhirnya senyumnya menjadi hal yang ditunggu setiap hari.

Waktu berlalu, dan lebaran pun tiba. Kesibukan masing-masing membuat komunikasi terhenti sejenak. Namun, setelah Idul Fitri, entah mengapa, ada keberanian dalam hati untuk memulai. Mungkin karena rindu yang tidak sempat tersampaikan. Atau mungkin karena hati sudah mulai bicara.

Dari obrolan ringan seputar pekerjaan, kita beranjak ke cerita-cerita kehidupan. Dari kopi sore setelah pulang kantor, menjadi percakapan panjang tentang masa depan. Tanpa Kami sadari, pendekatan itu tumbuh menjadi rasa. Rasa yang perlahan membentuk tujuan.

Dan hari ini, Kami berdiri pada titik yang tak pernah kami bayangkan di awal: berkomitmen untuk membangun rumah, bukan hanya tempat tinggal—tapi tempat pulang, tempat saling tumbuh, tempat saling menggenggam dalam suka dan duka.

Dari perkenalan singkat, Tuhan mengantar kami pada sebuah ikatan yang sakral. Kini, bukan lagi soal siapa yang dulu menyapa lebih dulu, tapi bagaimana kita bisa terus menjaga satu sama lain... hingga akhir waktu."